Makanan olahan terutama yang digolongkan sebagai “ultra-processed foods” (UPF) telah semakin banyak dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan fisik. Namun, selain efek fisik, bukti menunjukkan bahwa konsumsi tinggi makanan olahan juga terkait dengan gangguan kesehatan mental: mood yang buruk, kecemasan, depresi, bahkan kualitas hidup psikologis menurun.
Berikut 5 bahaya yang tersembunyi namun nyata beserta penjelasan dan bukti ilmiahnya yang perlu Anda ketahui sekarang juga!.
Bahaya 1: Risiko Depresi dan Kecemasan Meningkat
Salah satu temuan yang paling kuat yaitu…
semakin tinggi konsumsi makanan olahan / ultra-processed, semakin besar risiko mengalami gejala depresi atau kecemasan.
penelitian ini di hubungkan dengan “Associations of Ultra-Processed Food Intake …” oleh Yuan et al., ditemukan bahwa konsumsi UPF yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan mental, termasuk depresi dan kecemasan.
Misalnya, salah satu laporan menyebut bahwa setiap kenaikan konsumsi UPF secara signifikan meningkatkan risiko mengalami gejala depresi.
Alasan-mengapa bisa terjadi, makanan olahan sering rendah nutrisi penting, tinggi gula/lemak/jumlah bahan tambahan. Semua ini bisa memicu peradangan, gangguan mikrobiota usus, dan perubahan metabolik yang kemudian berdampak ke otak.
Singkatnya: jika Anda sering mengonsumsi makanan olahan, kemungkinan besar kondisi mood Anda bisa terpengaruh dari waktu ke waktu.
Bahaya 2: Fungsi Kognitif dan Kualitas Hidup Mental Menurun
Tidak hanya mood, tetapi juga aspek kognitif (seperti konsentrasi, memori) dan kualitas hidup mental juga dapat terpengaruh.
Misalnya dalam penelitian “Ultra-processed food consumption is linked to quality of life and mental distress among university students” oleh Öztürk et al, ditemukan hubungan antara konsumsi UPF dengan distress mental dan kualitas hidup yang lebih rendah.
Studi lain: dikalangan orang dewasa lanjut usia, konsumsi tinggi UPF dikaitkan dengan skor kualitas hidup mental yang lebih buruk (misalnya domain mental pada kuesioner SF-12) dan peningkatan gejala depresi.
Dengan demikia, : pola makan tinggi olahan bisa membuat Anda merasa “kurang fit mentalnya”, tidak hanya secara fisik!.
Bahaya 3: Gangguan Mikrobiota Usus & Aksi Otak-Usus (Gut-Brain Axis)
Salah satu mekanisme yang mendapat perhatian adalah hubungan antara usus dan otak: mikrobiota usus yang sehat membantu regulasi mood, stres, dan fungsi kognitif.
Namun makanan olahan bisa mengganggu keseimbangan ini.
Tinjauan oleh Wiss et al. menyebut bahwa diet tinggi ultra-processed dapat memicu perubahan metabolit darah dan mikrobiota, serta meningkatkan peradangan yang semua ini bisa berdampak ke otak.
Dengan kata lain, ketika Anda sering makan makanan olahan, mikrobiota usus Anda
mungkin jadi kurang sehat → sinyal ke otak jadi “berisik” → mood buruk atau kecemasan bisa muncul.
Hal ini bisa menjadi silent damage, Anda mungkin tidak menyadari “ususan” di usus yang akhirnya memengaruhi mental Anda.
Bahaya 4: Peradangan dan Stres Oksidatif yang “Menggerogoti” Otak
Makanan olahan seringkali tinggi gula tambahan, lemak jenuh/trans, natrium, dan sedikit serat atau nutrisi pelindung seperti antioksidan. Kini makin jelas bahwa diet seperti ini dapat memicu proses peradangan kronis ringan dan stres oksidatif yang tidak hanya memengaruhi organ tubuh tetapi juga otak.
Contoh: dalam penelitian yang menyertakan berbagai pola makan, diet tinggi makanan olahan dikaitkan dengan biomarker peradangan dan gejala mood buruk.
Sementara penelitian lebih spesifik di lansia menemukan bahwa konsumsi UPF tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko gejala depresi melalui jalur peradangan & metabolik.
Penjelasan gampangnya jadi otak juga bisa “tidak sehat” jika lingkungan internal badan (dalam bentuk inflamasi (peradangan), racun ringan, gangguan suplai nutrisi) terus-menerus terpapar. Makanan olahan bisa memicu kondisi seperti itu.
Bahaya 5: Kebiasaan “Konsumsi Tak Terkendali” yang Memperkuat Lingkaran Negatif
Makanan olahan sering dirancang agar “mudah, cepat, enak” — namun itu juga berarti mudah dikonsumsi berlebihan. Selain itu, struktur makanan olahan membuat lonjakan gula darah dan kemudian crash, menyebabkan mood cepat naik turun, rasa lelah, hingga dorongan makan lanjutan.
Beberapa studi menyebut bahwa makanan olahan atau sangat diproses bisa bersifat “hyper-palatable” memacu sistem reward di otak seperti gula, lemak, garam dalam kombinasi tinggi.
Kondisi ini bisa menimbulkan pola makan “tidak sehat” secara psikologis: karena merasa nyaman sebentar dengan makanan enak, tetapi kemudian muncul rasa bersalah, mood turun, dan kembali konsumsi sebagai pelarian. Dalam jangka panjang, pola tersebut bisa memperburuk kondisi mental.
Jadi bahaya tersembunyi di sini: bukan hanya “apa yang Anda makan”, tapi juga “bagaimana pola makan tersebut memengaruhi pikiran dan kebiasaan Anda”.
Ingin mempelajari lebih terkait gizi olahraga? Program Studi S1 Gizi Universitas Alma Ata siap membekali Anda dengan ilmu yang komprehensif.
Sebagai program studi dengan akreditasi UNGGUL, kurikulum kami dirancang untuk mengupas tuntas ilmu gizi terkini, termasuk gizi olahraga. Dibimbing oleh dosen-dosen ahli dan berpengalaman, Anda akan belajar untuk menganalisis bukti-bukti ilmiah, merancang diet yang tepat, dan menjadi ahli gizi yang mampu memberikan rekomendasi berbasis science.
Jadilah ahli gizi profesional yang tidak hanya mengikuti tren, tetapi memahami sains di baliknya. Wujudkan passion Anda di Universitas Alma Ata.