Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah inisiatif mulia yang bertujuan meningkatkan status gizi masyarakat. Namun, skala besar program ini menyimpan potensi risiko jika standar keamanan pangan tidak diterapkan secara ketat. 

Program MBG melibatkan proses yang rentan terhadap kontaminasi: produksi masakan dalam volume besar, proses distribusi yang memakan waktu, dan konsumsi oleh kelompok rentan (anak-anak, ibu hamil, dan lansia). Menurut laporan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan sering berasal dari makanan yang diproduksi secara massal.

5 Penyebab Keracunan Massal Menurut Ahli

  1. Pencucian Bahan Makanan dan Sanitasi Peralatan yang Tidak Tepat
    Prosedur pencucian dan sanitasi yang efektif adalah pertahanan pertama mencegah kontaminasi. “Bahan mentah, seperti sayuran dan daging, bisa membawa bakteri seperti E. coli dan Salmonella. Kesalahan utamanya adalah pencucian yang tidak menggunakan air mengalir dan tidak menerapkan sanitasi pada peralatan masak dan wadah makan,” jelas Dr. Verani. 
  2. Penyimpanan pada Suhu Zona Bahaya (Temperature Abuse)
    Pengendalian suhu adalah intervensi paling kritis untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Dr. Verani menekankan, “Makanan yang dibiarkan dalam danger zone (4°C – 60°C) lebih dari 4 jam berisiko tinggi menyebabkan keracunan. Ini sering terjadi saat makanan matang menunggu proses pengemasan atau selama distribusi.” 
  3. Pemanasan Ulang yang Tidak Merata dan Tidak Mencapai Suhu Aman
    Pemanasan tidak merata menjadi penyebab umum keracunan dari makanan yang dipanaskan ulang. “Memasak ulang bukan sekadar membuat makanan hangat. Suhu inti makanan harus mencapai minimal 74°C untuk memastikan patogen seperti Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus yang mungkin telah berkembang biak, mati,” tegasnya. 
  4. Kontaminasi Silang antara Bahan Mentah dan Matang
    Kontaminasi silang di dapur komersial adalah vektor utama penyebaran Campylobacter dan Salmonella. Kesalahan ini sering tidak disadari. “Menggunakan talenan atau pisau yang sama untuk memotong ayam mentah dan kemudian untuk sayuran matang, adalah praktik berbahaya. Bakteri dari bahan mentah akan pindah ke makanan siap konsumsi,” papar Dr. Verani. 
  5. Kebersihan dan Pengetahuan Penjamah Makanan yang Rendah
    Penjamah makanan adalah ujung tombak keamanan pangan. “Penjamah yang tidak cuci tangan dengan benar, menggunakan perhiasan, atau bekerja saat sakit, dapat menjadi sumber kontaminasi. Pelatihan berkelanjutan tentang Prinsip Dasar Higiene Sanitasi Makanan mutlak diperlukan,” imbuhnya. Standar dari WHO dan Codex Alimentarius menekankan pentingnya pelatihan higiene personal sebagai fondasi keamanan pangan.

Program MBG memiliki dampak sosial dan gizi yang sangat besar. Oleh karena itu, menjamin keamanan pangan dalam pelaksanaannya adalah hal yang non-negosiasi. Setiap langkah, dari penerimaan bahan baku hingga distribusi, harus dikelola dengan ilmu dan sistem yang tepat.

Membangun sistem keamanan pangan yang kokoh dimulai dari pendidikan yang berkualitas. Bagi Anda yang tergerak untuk berkontribusi dalam program-program gizi nasional dan menjadi ahli yang mampu mencegah risiko keracunan pangan, Program Studi S1 Gizi Universitas Alma Ata adalah jawabannya. 

Sebagai program studi yang telah meraih akreditasi UNGGUL, kurikulum kami dirancang untuk mencetak sarjana gizi yang tidak hanya memahami ilmu gizi mendalam, tetapi juga menguasai teknologi pangan dan manajemen keamanan pangan (HACCP, GMP) secara aplikatif. 

Belajar langsung dari para ahli seperti Dr. Verani Aprilia, S.TP., M.Sc., akan mempersiapkan Anda menjadi profesional yang kompeten dan mampu menjadi garda terdepan dalam menjamin mutu dan keamanan pangan untuk masyarakat. Jadilah bagian dari solusi masalah gizi bangsa dengan wawasan keamanan pangan yang unggul. Kuliah di S1 Gizi Universitas Alma Ata.